Minggu, 06 Juni 2010

Motivasi belajar

RASIONAL

MC. Donald (dalam Hamalik, 1992) mendefinisikan motivasi sebagai suatu perubahan energi didalam pribadi seseorang yang ditandai dengan timbulnya afeksi dan reaksi untuk mencapai tujuan. Menurutnya terdapat tiga unsur yang berkaitan dengan motivasi, yaitu:
1) Motif dimulai dari adanya energi dalam pribadi.
2) Motif ditandai dengan timbulnya perasaan (afectif arousal).
3) Motif ditandai oleh reaksi-reaksi untuk mencapai tujuan.

Samuel Soeitoe mendefinisikan motivasi sebagai suatu perubahan energi yang berciri timbulnya suatu perasaan yang didahului oleh reaksi-reaksi yang ingin mencapai tujuan. Sementara menurut George R. Terry, Ph.D (dalam Moekjizat, 1984) motivasi adalah keinginan didalam diri individu yang mendorong individu untuk bertindak. Senada dengan Terry, Santrock (2007) mendefinisikan motivasi sebagai suatu proses yang memberi semangat, arah dan kegigihan perilaku.

Terlepas dari beberapa definisi mengenai motivasi sebagaimana telah dijelaskan diatas, motivasi adalah merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan suatu proses belajar mengajar dan perlu mendapat perhatian serius dari para pendidik, karena tanpa motivasi mustahil seorang siswa dapat berhasil di sekolah (Wighfield&Eccles, 2002 dalam Santrock, 2007).

Menurut Sardiman (1996) siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi dapat dicirikan sebagai berikut:

1) Tekun menghadapi tugas (dapat bekerja terus menerus dalam waktu yang lama, tidak pernah berhenti sebelum selesai).

2) Ulet menghadapi kesulitan (tidak cepat putus asa).

3) Tidak memerlukan dorongan dari luar untuk berprestasi sebaik mungkin (tidak cepat puas dengan prestasi yang telah dicapainya).

4) Lebih senang kerja mandiri.

5) Cepat bosan pada tugas-tugas yang rutin.

6) Dapat memperthanankan pendapatnya (kalau sudah yakin akan sesuatu).

7) Tidak mudah melepaskan hal yang sudah diyakininya.

8) Senang mencari dan memecahkan soal-soal.
Berdasar akan pentingnya motivasi belajar untuk mencapai suatu tujuan pendidikan maka dibuat program peningkatan motivasi belajar siswa.

TUJUAN
Program ini bertujuan untuk meningkatkan motivasi belajar siswa SMP Ta’miriyah Surabaya.

TARGET
Setelah pelaksanaan program ini diharapkan siswa dapat lebih bersemangat dan lebih termotivasi dalam mengikuti proses belajar mengajar di sekolah.

CARA PELAKSANAAN KEGIATAN
Program peningkatan motivasi belajar siswa ini dilaksanakan dengan menggunakan dua metode, yaitu: 1. Metode ceramah, dengan cara memberikan cerita-cerita tentang motivasi kepada para siswa, 2. Metode game, dengan cara memberikan game-game yang dapat meningkatkan motivasi belajar siswa. Adapun langkah-langkah dalam pelaksanaan program ini adalah sebagai berikut:
1)Penyampaian materi, materi diberikan sebanyak 6 (enam) kali pertemuan pada 10 (sepuluh) kelas yang menjadi tanggung jawab penulis selama melaksanakan praktek kerja, dimana setiap pertemuannya berdurasi 40 menit dan khusus untuk materi cerita akan disampaikan dengan menggunakan media LCD prjector.

2)Evaluasi, evaluasi dilakukan dengan cara pemberian skala motivasi belajar yang disusun berdasar pada ciri-ciri siswa yang memiliki motivasi tinggi menurut Sardiman sebagaimana telah dijelaskan(skala sebelumnya telah dilakukan uji validitas & reliabilitas)kepada 60 siswa yang telah mendapat materi program peningkatan motivasi belajar (diambil dengan teknik random sampling dan menggunakan teknik simple random, yitu dengan menggunakan undian untuk menentukan anggota sampel) dan kemudian dibandingkan dengan nilai skala motivasi belajar pada 60 siswa yang tidak mendapat materi program peningkatan motivasi belajar untuk mengetahui signifikansi pemberian materi terhadap peningkatan motivasi belajar siswa.

SKALA MOTIVASI DIUNDUH DISINI.

CARA PENGHITUNGAN VALIDITAS & RELIABILITAS DAPAT DISINI.

MATERI
Beberapa materi yang akan diberikan adalah: cerita tentang keberhasilan perjuangan sekelompok katak kecil saat menaiki menara, cerita pianis yang hanya punya dua jari, cerita pendaki gunung mount everest dengan menggunakan kaki palsu, cerita pendaki gunung dengan kursi roda, cerita peloncat tinggi mesir yang hanya menggunakan satu kaki, game segitiga kotak dan lingkaran, game I AM SUPER, game elang, game balon besar. MATERI DAPAT DIUNDUH DISINI.

ALAT YANG DIPERLUKAN
Laptop, LCD Projector, Alat tulis, Balon.

PELAKSANAAN KEGIATAN
Kegiatan dilaksanakan selama 6 minggu atau 6 pertemuan pada 10 kelas, dengan perincian 5 kelas siswa kelas VII dan 5 kelas siswa kelas VIII.Selama proses pelaksanaan kegiatan siswa terlihat bersemangat dan antusias, hal ini salah satunya disebabkan oleh penggunaan media LCD Projector, penggunaan animasi,penggunaan cerita dan penggunaan game yang kesemuanya mampu menjadikan suasana kelas lebih menyenangkan, santai tapi tetap serius.

HASIL
Hasil uji-t atau uji perbedaan yang saya lakukan terhadap kedua kelompok, yaitu kelompok siswa yang mendapat materi ini dan kelompok siswa yang tidak mendapat materi ini, menunjukkan adanya perbedaan yang sangat signifikan dengan nilai t hitung sebesar 3.948 adapun taraf signifikansi yang saya gunakan adalah 0.05 atau 5%. Dengan kata lain siswa yang mendapat materi ini memiliki motivasi belajar yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan kelompok yang tidak mendapat materi ini. Hasil ini sesuai dengan gagasan Santock (2007) bahwa adakalanya siswa dapat termotivasi dari dalam diri (intrinsik) adakalanya siswa termotivasi karena adanya stimulasi dari luar dirinya (ekstrinsik).

CATATAN
Tentu saja hasil percobaan yang saya lakukan ini masih banyak kekurangan disana sini, kritik dan saran sangat saya butuhkan untuk pengembangan materi. Tetapi paling tidak saya dapat berbagi pada pembaca, bahwa pemberian motivasi oleh guru kepada siswa dalam proses pembelajaran sangatlah penting. Guru tidak seharusnya hanya memberikan materi dikelas tanpa memberikan motivasi kepada siswanya. Guru tidak seharusnya hanya marah jika siswanya tidak mengerjakan Pekerjaan Rumah (PR) tanpa memberikan motivasi. Guru tidak hanya mengharuskan siswa untuk membaca tanpa memotivasi dan memberikan penjelasan tentang pentingnya membaca serta relevansinya dengan kebutuhan siswa.Perlu diketahui bahwa ada sebagian siswa yang dapat memotivasi dirinya sendiri dan ada sebagian siswa yang perlu dimotivasi oleh lingkungan sekitarnya, dalam hal ini bisa guru dan bisa juga orang tua.

DAFTAR PUSTAKA

Hamalik, Oemar. 1992, Psikologi Belajar Mengajar, Bandung:Sinar Baru.

Santrock, John W. 2007, Psikologi Pendidikan, Terjemahan oleh: Tri Wibowo B.S., Jakarta:Kencana Prenada Media Group.

Sardiman. 1996, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, Jakarta:Raja
Grafindo Persada.

Soenarno, Adi, 2006. Motivation Games Untuk Pelatihan Manajemen, Yogyakarta:Andi Offset.

Soeitoe, Samuel. Psikologi Pendidikan, Jakarta:Fakultas Ilmu Ekonomi Universitas Indonesia.

Moekjizat. 1984, Dasar-Dasar Motivasi, Bandung:Sumur, 1984.

Pada posting kali ini saya akan berbagi pengalaman kepada para pembaca tentang hasil dari beberapa kegiatan pemberian bimbingan yang telah saya lakukan pada siswa-siswi SMP Ta’mriyah Surabaya pada dua bulan terakhir. Pada posting ini saya akan berbagi pengalaman pemberian motivasi belajar kepada siswa dan manfaatnya terhadap peningkatan motivasi belajar. Adapun alasan pelaksanaan program dan cara pelaksanaannya dapat dilihat dibawah ini.


Sumber
Selengkapnya...

Remaja dan Handphone

Kehadiran telepon seluler (ponsel) atau Handphone telah merubah kehidupan manusia. Jarak selama ini dituding menjadi biang keladi kesulitan itu, tidak kuasa lagi menghalangi. Sebagian besar remaja zaman sekarang merasa dirinya sangat tergantung pada Handphone. Menurutnya, kehadiran ponsel sangat membantu kemudahan hidup, komunikasi. Tujuan kemudahan hidup itu pula yang memaksa dirinya memutuskan menggunakan ponsel beberapa tahun silam. Alasannya biar bisa berkomunikasi dengan mudah. Sebagian besar para remaja mengatakan bahwa tujuan utama menggunakan ponsel adalah, “Sebagai alat komunikasi dan sebagai penyambung silaturahmi, sebagai hiburan, dan tidak menutup kemungkinan sebagai alat tambahan membantu dalam kelancaran berbisnis.”Tak bisa dipungkiri lagi, bagi mereka yang hidup di perkotaan, di dunia modern yang menuntut segala sesuatunya serba cepat dan mudah, memiliki ponsel se¬perti sebuah keniscayaan. Celah ini tentu menjadi peluang besar para perusahaan komunikasi untuk merauk keuntungan. Mereka berlomba-lomba mengembangkan teknologi yang telah ada guna melahirkan produk-produk baru yang bakal mengisi pasar. Melalui inovasi-inovasi, mereka memaksa insan-insan perkotaan menambah kebutuhan hidupnya. Perkembangan teknologi tentu tidak mungkin mencapai kata sempurna dalam arti sesungguhnya. Oleh karena itu, tidak ada satu teknologi pun yang dikembangkan telah mencapai fase final. Inovasi-inovasi dan penemuan-penemuan berikutnya tetap mengikuti sebuah pencapaian yang telah ada. Proses pun terus berlanjut, mengikuti hasrat, nafsu, dan kebutuhan manusia. Satu hal yang tidak dapat dihindari adalah teknologi pasti menghadirkan efek samping yang memengaruhi kehidupan manusia. Sekecil apa pun, teknologi pasti memiliki sifat “memaksa”, membuat manusia menjadi tergantung padanya.
Ketergantungan Terhadap Handphone

Beberapa orang mengaku ketergantungannya pada ponsel telah mencapai taraf yang tinggi. Kendati demikian, sifat “memaksa” itu sangat relatif, tentunya. Di tempat-tempat yang jauh dari hingar-bingar perkotaan yang dibalut kemajuan teknologi, mungkin saja masyarakatnya masih belum mampu memba¬yangkan wujud ponsel. Kemajuan peradaban manusia yang beriring dengan berkembangnya kebutuhan hidup, telah memaksanya kehadiran ponsel. Kehadirannya telah mengubah pola hidup manusia. Ponsel menjadi pemeran penting yang membentuk gaya hidup seseorang dan juga masyarakat. Kata orang pintar, inilah kemajuan zaman. Suka atau tidak kehadirannya tak dapat dielakkan.





Dampak Positif dan Negatif Handphone

Kemajuan teknologi ponsel yang sangat pesat menimbulkan dampak positif dan negative bagi para penggunanya, khususnya para remaja.

Dampak Positif :

1. Mempermudah komunikasi.
2. Menambah pengetahuan tentang perkembangan teknologi.
3. Memperluas jaringan persahabatan.

Dampak Negatif :

1. Mengganggu Perkembangan Anak :

Dengan canggihnya fitur-fitur yang tersedia di hand phone (HP) seperti : kamera, permainan (games) akan mengganggu remaja dalam menerima pelajaran di sekolah/di kampus. Tidak jarang mereka disibukkan dengan menerima panggilan, sms, miscall dari teman mereka bahkan dari keluarga mereka sendiri. Lebih parah lagi ada yang menggunakan HP untuk mencontek (curang) dalam ujian. Bermain game saat guru/dosen menjelaskan pelajaran dan sebagainya. Kalau hal tersebut dibiarkan, maka generasi yang kita harapkan akan menjadi budak teknologi.

2. Efek radiasi

Selain berbagai kontroversi di seputar dampak negatif penggunaannya,. penggunaan HP juga berakibat buruk terhadap kesehatan, ada baiknya remaja lebih hati-hati dan bijaksana dalam menggunakan atau memilih HP, khususnya bagi pelajar anak-anak. Jika memang tidak terlalu diperlukan, sebaiknya anak-anak jangan dulu diberi kesempatan menggunakan HP secara permanen.

3. Rawan terhadap tindak kejahatan.

Ingat, remaja dan pelajar merupakan salah satu target utama dari pada penjahat.

4. Sangat berpotensi mempengaruhi sikap dan perilaku remaja.

Jika tidak ada kontrol dari orang tua. HP bisa digunakan untuk menyebarkan gambar-gambar yang mengandung unsur porno dan sebagainya yang sama sekali tidak layak dilihat seorang pelajar.

5. Pemborosan

Dengan mempunyai HP, maka pengeluaran kita akan bertambah, apalagi kalau HP hanya digunakan untuk hal-hal yang tidak bermanfaat maka hanya akan menjadi pemborosan yang saja.
Sumber
Selengkapnya...

Kiat menumbuhkan motivasi menulis

Pertama - tama, kamu harus menentukan, apakah cerpen tersebut diprioritaskan kepada anak - anak, remaja (kebanyakan tentang cerita cinta), ataukah dewasa ?
Pokoknya, kamu harus menulis cerpen sesuai dengan keinginan hatimu. Kalau kamu tidak suka bercerita tentang cinta, dan ternyata lebih suka menulis cerita untuk anak - anak seperti dongeng, dll, ya jangan dipaksakan untuk bercerita tentang cinta, ikuti saja kemana hatimu mengalir dan begitupun sebaliknya.
Kedua, carilah dan temukan "sesuatu" hal yang bisa membuat kamu tertarik untuk dibuatkan cerpen, dan sesuatu itu bisa dicari dimana saja ;). Jika kamu sudah menemukan sesuatu yang kamu anggap istimewa, dengan mudah kamu akan bisa menuangkan segala ketertarikan kamu pada sesuatu itu di kertas. Dan sekreatif mungkin , anda dapat membuat "sesuatu" itu menjadi tampak lebih unik dan lucu dengan suguhan joke2, atau karakter yang berbeda maupun alur cerita, dan lain - lain .
Ketiga, SUKSES YA!
bila ada kekurangan, mohon maaf.. ;)
materi referensi:
my selff Selengkapnya...

Remaja in techno

Perubahan zaman dan kemajuan teknologi ternyata membawa dampak negatif di kalangan sebagian remaja di Indonesia, bila mereka tidak siap menghadapinya. Remaja yang dimaksud di sini adalah kebanyakan mereka yang masih dalam tahap belajar di tingkat SMP dan SMA.Pengaruh Teknologi Terhadap Remaja Masa Kini oleh Albertina Sakukuret Perubahan zaman di sini menurut saya di lihat dari segi pakaian yang sudah mulai meniru budaya asing, tapi sebenarnya tidak masalah asal kita bisa menyesuaikan situasi dan lingkungan kita berada agar tidak terkesan ketinggalan zaman dari teman-teman lainnya. Pakaian sederhana, menarik, dan sopan itu sudah lebih cukup tidak perlu mahal.Pengaruh Teknologi Terhadap Remaja Masa Kini oleh Albertina Sakukuret Pergaulan bebas (keluar malam-pulang pagi) yang nama kerennya di kalangan remaja adalah “mulaibo” tanpa ada rasa takut kena marah dari orang tua. Hal ini sudah menjadi kebiasaan remaja masa kini yang mempengaruhi seseorang menjadi malas, karena memang mata mengantuk banyak bergadang, akibatnya adalah malas pergi ke sekolah.

Oleh sebab itu cepat atau lambat, benar atau tidak ini merupakan kenyataan yang harus kita terima. Bahwaa dunia akan berubah bagaikan sebuah bumi perkemahan global. Setiap kemah terbuat dari kaca-kaca bening yang dapat menerobos pengelihatan tanpa ada halangan dan para penghuninya pun tak mampu bersembunyi dari pandangan penghuni yang lain. Dengan teknologi dimanapun kita berada, dinegara manapun kita berada , kita dapat mengetahui informasi-informasi, seluk beluk atau kejadian – kejadian ditempat lain seakan – akan ada ditempat sekeliling kita.

Itulah kemajuan ilmu pengetahuan terutamanya teknologi dibidang informasi, yang telah mengiring umat manusia menjadi suatu kesatuan, diantaranya yang sudah tidak asing lagi bagi kita yakni ; TV, Head Phone dan Internet. Inilah yang menyajikan kepada kita kekuatan daya imajinasi da teknologi kom,unikasi yang memungkinkan tersebarnya informasi dalam kualitas yang hampir sempurna dalam waktu yang sangat cepat .

Dengan internet akan mempermudah akses informasi. Internet saat ini bukanlah barang mewah lagi, atau barang antik. Internet saat ini sudah menjadi menu budaya manusia sehari-hari. Bila kita dapat mengejar dan mampu menguasainya, bahkan buta dan tak mampu menangkap ara zaman, niscaya kita akan menjadi sasaran Gombalisasi mereka yang menguasai teknologi, dan kita akan dianggap mereka dengan sebutan ”Gaptek”.

Mereka menyalah gunakan fungsi teknologi yang berkembang saat ini. Dengan internet seorang dapat melakukan apa saja, kejahatan dalam teknologi makin merajalela, budaya – budaya asing yang tidak normatif mudah kita dapat, sehingga sangat mudah untuk mempengaruhi budaya – budaya lokal. Dan akhirnya akan mengeliminasi budaya lokal dan lebih mengunggulkan budaya – budaya baru yang tidak normatif. Dengan adanya internet saat ini generasi bangsa kita khususnya pemuda mengalami degradasi moral.

karena para pemudah/ peajar pengguna jaringan teknologi informasi (Internet) tida mengakses suatu hal yang sewajarnya. Mereka telah memanfa’atkan dengan menyalahgunakan kecangihan teknologi dengan mengakses galery – galery yang bernuansa porno, yang semuanya itu tidaklah wajar bagi para pengguna khususnya para muda untuk memanfaatkan dengan menyaksikan tayangan-tayangan budaya asing yang tidak normatif. Dan itu telah merusak generasi kita, kalau boleh dikatakan hampir 50 % setiap pengguna kecangihan teknologi meanfatkannya dengan mengakses suatau yang tidak sewajarnya.
Sumber
Selengkapnya...

Remaja terperangkap dalam sinetron

Sebagian besar sinetron di televisi berkiblat pada kebudayaan metropolitan yang mempertontonkan kemewahan sehingga berdampak negatif terhadap pemirsanya, terutama kalangan remaja. Mereka menjadi rentan terhadap konflik, kehilangan kepribadian, melupakan akar budaya, dan ingin mendapatkan segala sesuatu dengan jalan pintas.

"Remaja semakin 'terperangkap' dalam sinetron. Industri pertelevisian hanya berlomba bagaimana mendatangkan iklan, sementara program dengan idealisme kuat terpinggirkan," tutur pakar ilmu komunikasi Universitas Indonesia, Prof Dr Harsono Suwardi, di sela-sela acara pengenalan Program Pascasarjana Ilmu Komunikasi Universitas Sahid, di Jakarta, Selasa (6/11).

Selain itu, menurut Harsono, industri pertelevisian di Indonesia terjebak dalam komersialisasi dan menjadikan rating sebagai "dewa" yang harus dikejar sekuat tenaga. Padahal, rating atau pemeringkatan hanya sebuah alat ukur, bukan tujuan utama atau pencapaian akhir sebuah program acara.

Sejak hadir pertama kali, industri pertelevisian swasta di Indonesia dinilai tidak memiliki arah yang jelas. Sesungguhnya, kata Harsono, industri televisi sangat memiliki pengaruh luar biasa kepada masyarakat, bangsa, dan negara untuk menciptakan semangat persatuan, kesatuan, kebangsaan, serta membangun karakter setiap orang agar menjadi pribadi berkualitas.

Namun, dia menyatakan prihatin melihat sejumlah tayangan sinetron di berbagai stasiun televisi yang semakin tidak layak untuk ditonton karena menyesatkan dan membodohi publik.

Tayangan-tayangan sinetron, katanya, terlalu kental diwarnai semangat komersial atas dasar pemeringkatan, sehingga stasiun televisi melupakan fungsi mencerahkan publik.

Kenyataan tersebut, lanjutnya, tak bisa terus dibiarkan kare- na berimplikasi serius terhadap optimisme bangsa, menyangkut kelangsungan nilai-nilai luhur kepribadian dan budaya nasional. Tayangan asal jadi di televisi bermunculan karena pengelola stasiun televisi terjebak sistem pemeringkatan

"Sejumlah agen artis juga lebih asyik mencetak pemain yang hanya bisa senyum, pamer kecantikan, dan keindahan tubuh di depan produser dan sutradara. Akibatnya, sulit kita berharap tayangan berkualitas. Apalagi kecenderungan rating saat ini bukan lagi menilai kualitas tayangan, melainkan kuantitas penonton," ucapnya.

Harsono mengungkapkan, saat ini untuk membuat acara ditonton banyak orang, produser dan sutradara tidak perlu membuat tayangan bagus, tapi cukup dipolesi sedikit komedi atau artis yang berani memamerkan tubuh indah. Tayangan semacam inilah yang banyak diperhatikan tim survei lembaga rating, padahal berdampak buruk terhadap para remaja.
Sumber
Selengkapnya...

Okestra untuk remaja

Anda hobi bermain musik? Atau punya mimpi untuk bisa bermain musik dalam sebuah kelompok orkestra? Bagaimana jika Anda membentuk kelompok musik bersama teman-teman anda? Itulah yang dilakukan oleh Matthew Martz, yang membentuk kelompok nirlaba Student Symphonic Orchestra di daerah Washington, DC, sejak ia masih duduk di bangku SMA. Tujuan dari kelompok orkestra ini adalah untuk memberikan kesempatan bagi para musisi muda yang ingin mengeksplorasi bakat mereka.

Kelompok yang baru aja merayakan ulang tahunnya yang pertama ini, awalnya hanya beranggotakan 12 orang. Mahasiswi Michelle Bui adalah salah satunya. “Saya bergabung dalam orkestra ini karena Matt adalah teman baik saya. Alasan berikutnya adalah hobinya bermain biola,” ujar Michelle.

Satu hal juga yang dia suka dari kelompok ini adalah, ia dan anggota orkestra lainnya bisa memilih sendiri lagu-lagu yang ingin dimainkan. Michelle mengatakan, “Orkestra kami telah memainkan berbagai jenis musik, mulai dari musik pop, musik-musik dari pentas Broadway, Phantom of the Opera. Kami juga memainkan musik-musik garapan komposer John Williams yang pernah menciptakan musik untuk film-film seperti Indiana Jones, Star Wars, dan Superman. Selain itu kami juga memainkan musik-musik klasik.

Selain Michelle Bui, ada juga Lizzie Culberston yang baru saja bergabung dalam kelompok orkestra ini tahun lalu. Lizzie adalah pemain alat musik tiup French horn. “French horn bisa mengeluarkan suara yang berbeda-beda. Mulai dari suara yang terdengar sangat halus, hingga yang sangat keras,” kata Lizzie.

Alat musik French Horn adalah satu jenis alat musik yang dimainkan dalam orkestra ini.
VOA - A. Greenbaum
Alat musik French Horn adalah satu jenis alat musik yang dimainkan dalam orkestra ini.

Saat ini Student Symphonic Orchestra beranggotakan lebih dari 30 murid. Salah satu anggota yang terbaru adalah pemain biola berumur 16 tahun, Nicholas Black. Ia bergabung di orkestra ini setelah membaca artikel mengenai Student Symphonic Orchestra ini di surat kabar di kotanya. Nicholas bilang, “Saya suka dengan kelompok orkestra ini, karena musik-musik yang dimainkan lebih menantang dibandingkan dengan musik yang biasa saya mainkan di kelompok orkestra sekolahnya. Selain lebih rumit dan sulit, alat musik yang dimainkan lebih beragam, termasuk alat musik tiup. Sedangkan kalau di sekolah saya, alat musik yang dimainkan hanyalah alat musik dawai.”

Salah satu anggota termuda di kelompok orkestra ini bernama Kanika Sahi, pemain alat musik oboe, yang baru berumur 13 tahun. “Melalui Student Symphonic Orchestra ini, saya bisa belajar menjadi musisi yang lebih baik lagi. Selain itu saya juga belajar berbagai macam teknik dalam bermusik," ujar si cilik Kanika.

Matt Martz, pendiri yang juga adalah konduktor dari Student Symphonic Orchestra ini berpendapat, “Dengan adanya para musisi dari berbagai umur dan juga kemampuan yang berbeda bukanlah suatu masalah. Mereka yang sudah lebih berpengalaman di bidang musik bisa membantu para musisi yang masih baru.”

Saat ini, Matt yang sudah duduk di bangku kuliah, tengah mengambil jurusan musik. Setiap akhir pekan ia tetap menyempatkan diri untuk latihan bersama orkestranya.“Dengan latihan bersama, saya bisa menambah kemampuan saya dalam mengajarkan musik, terutama kepada para remaja,” kata Matt.

Setiap pentas, Student Symphonic Orchestra biasanya tidak pernah menarik biaya. Walaupun begitu, mereka tetap menerima donasi sebagai biaya untuk membeli buku not musik. Kata Matt, “Waktu konser pertama kali, kami berhasil mengumpulkan 1.100 dolar. Untuk konser yang terakhir, kami berhasil mengumpulkan uang lebih banyak lagi, yaitu sekitar 1.500 dolar.“

Matt berharap orkestranya ini bisa terus berkembang, untuk menarik lebih banyak lagi musisi berbakat yang bisa memainkan berbagai jenis musik.
Sumber
Selengkapnya...

Geliat Teater Remaja

Teater telah jadi bagian tak terpisahkan aktivitas anak muda di Indonesia beberapa tahun terakhir. Di Yogyakarta pun demikian.Ratusan kelompok teater berkembang dan mapan di sana, mewadahi perkembangan kreativitas pelakunya. Lalu bagaimana jika pelakunya para remaja belasan tahun?

Aktivitas berteater para remaja di Yogyakarta bisa dijumpai di berbagai sekolah menengah atas. Hal itu menunjukkan peningkatan minat berteater para remaja pada setiap tahunnya.
class="fullpost">
Kesadaran mengikuti teater didasari berbagai hal. Subkhi (16), anggota Teater Pring MA Sunan Pandanaran, misalnya, yang aktif teater karena ingin jadi aktor. "Ini dorongan jiwa. Selain itu, untuk modal awal jadi aktor terkenal seperti Tora Sudiro. Dalam teater diajarkan cara berakting yang baik dan benar," kata salah seorang ikon Teater Pring tersebut.

Kegiatan teater remaja tak hanya berlatih akting semata, tetapi juga belajar bagaimana cara mengembangkan karakter.

Selain itu, berteater juga melatih serta menguatkan mental individu sehingga tak canggung dan malu-malu ketika tampil pentas. Hal itu dibenarkan Dike (16), yang baru tiga bulan bergabung dengan Sanggar Metamorfosis.

"Setelah ikut teater, mentalku terasah dan bisa mengekspresikan apa yang tak bisa dilakukan di luar teater. Intinya, aku jadi lebih bebas berekspresi," kata Dike. Ia mengaku, sebelum ikut teater termasuk gadis pemalu di sekolahnya.

Melalui teater, para remaja dapat memupuk loyalitas dan totalitas terhadap komunitas sejak dini. Setidaknya, dalam seminggu, mereka harus berkumpul dan latihan bersama. "Teater Pring kumpul setiap Minggu sore karena hari itu rata-rata anggotanya libur," kata pembina Teater Pring lulusan ISI Yogyakarta, Catra.

Wadah apresiasi

Pada saat berteater, hal paling ditunggu-tunggu adalah pementasan. Setiap kelompok teater remaja, setiap tahunnya rata-rata melakukan 3-5 kali pementasan. Biasanya pementasan dilakukan untuk memeriahkan acara-acara yang diadakan di sekolah atau partisipasi pada Festival Teater Remaja, seperti yang biasa diadakan ISI Yogyakarta pada bulan Juni.

Kenyataannya tak mudah menciptakan pementasan yang apik dan mengesankan. Butuh keseriusan dan latihan keras. Kendala-kendala yang sulit pun harus diatasi sebaik mungkin, misalnya dana dan waktu.

Satu kali pementasan setidaknya butuh anggaran Rp 100.000 hingga Rp 200.000. Paling besar berkisar Rp 500.000 hingga di atas Rp 1.000.000.

Uang itu digunakan untuk membeli peralatan, properti, dan konsumsi para pemain dan kru. Menurut Omad (17), dana yang mereka peroleh sebagian besar berasal dari sekolah. "Kami pakai untuk membeli properti vital seperti body painting dan properti pelengkap lainnya," tuturnya.

Mendekati pentas, para pemain dan kru yang terlibat harus lebih banyak meluangkan waktu. "Banyak kendala yang kami rasakan. Ketidakhadiran pemain saat latihan salah satunya. Jujur, hal itulah yang sangat menghambat aktivitas kami," kata Anisa dari Sanggar Metamorfosis.

Meskipun ada kendala, para pegiat teater remaja itu sepakat, melalui teater, mereka menemukan wadah mengasah bakat dan kreativitas. Teater merupakan wadah apresiasi remaja dalam berkreasi, yang bermanfaat pada perkembangan kecerdasan pola pikir, intelektual,
imajinasi, dan hal positif lain.

"Dengan berteater, kami bisa menggali bakat terpendam, seperti bakat akting, olah tubuh atau menari, bernyanyi, dan lain sebagainya," kata Tika dari D muterz (baca: dekorasi, mural, teater), yang juga siswi kelas X MAN 3 Yogyakarta. Tika yang jago berakting itu mengambil banyak manfaat, yang ia yakini berguna pada kemudian hari.

Walaupun banyak kendala menghadang dalam berteater, hasil yang didapat para pelaku teater remaja itu akan sepadan dengan usaha kerasnya. Mereka akan punya pengalaman dan kecakapan, ilmu pengetahuan, dan punya banyak relasi. Itu semua adalah modal yang
dibutuhkan di zaman yang progresif dan menuntut aktualisasi diri ini.
Sumber
Selengkapnya...

Gaya Hidup Remaja dan Media

Semua jenis media, baik itu Internet, televisi, film, musik, maupun majalah, berpengaruh besar terhadap gaya hidup kita masa kini. Kebanyakan media menginformasikan tentang gaya hidup remaja kota, yang notabene meniru gaya hidup modern. Maka, tidak heran jika kita digiring menjadi sangat konsumtif.

Masa remaja adalah masa pencarian identitas. Kita sebagai remaja mulai mencari gaya hidup yang pas dan sesuai dengan selera. Kita juga mulai mencari seorang idola atau tokoh identifikasi yang bisa dijadikan panutan, baik dalam pencarian gaya hidup, gaya bicara, penampilan, dan lain-lain. Imbasnya banyak kita jumpai teman-teman dengan berbagai atributnya yang sebenarnya mereka hanya meniru-niru saja. Sadar tidak sih kalau saat ini banyak sekali sinetron remaja yang menawarkan life style baru? Para bintang muda yang digandrungi ternyata mampu mengubah style remaja.

Pada masa remaja pengaruh idola memang sangat kuat. Idola atau tokoh akan mengendalikan hidup kita yang mungkin tanpa kita sadari. Nah, di sinilah media

Namun, apakah benar bahwa media sedemikian buruk pengaruhnya bagi remaja? Sebenarnya tidak seratus persen demikian. Hal ini menjadi tantangan bagi kita untuk memilah-milah atau selektif terhadap pesan yang disampaikan oleh media. Karena, tidak bisa dimungkiri bahwa keberadaan media mutlak diperlukan. Karena, pada suatu sisi media memungkinkan kita untuk tahu beragam informasi, berita, penemuan, dan hal-hal baru. Atau bisa disimpulkan bahwa sebenarnya hadirnya media berpengaruh positif dan juga negatif.

Keberadaan media memang tidak lepas dari kepentingan pasar. Dengan demikian, kalau kita tidak selektif terhadap pesan media, kita akan menjadi korban media. tidak salah memang ketika kita membeli sebuah produk berdasarkan informasi dari media. Namun, yang perlu diingat, seberapa perlu produk yang kita beli itu bagi diri kita. Apakah kita memang membutuhkan produk itu ataukah karena kita terpengaruh oleh iming-iming yang disampaikan oleh media.
Sumber
Selengkapnya...

Kolaborasi Gaya Hidup Remaja, Sastra, Media dan Internet



Sastra bagi remaja perkotaan bukanlah sastra yang terwakili oleh para sastrawan dari generasi Putu Wijaya sampai Linda Christanty sekalipun. Sastra bagi remaja perkotaan juga bukanlah sastra koran, majalah sastra seperti Horison, maupun jurnal-jurnal kebudayaan yang memuat cerpen, puisi, dan esai-esai serius. Sastra remaja perkotaan adalah sastra pergaulan yang terekspresikan dalam medium-medium baru yang melekat pada gaya hidup mereka. Sastra remaja perkotaan saat ini adalah sesuatu yang sama sekali terlepas dari mata rantai sejarah sastra sebelumnya. Sejarah sastra yang saya maksud adalah sejarah sastra resmi versi para kritikus, teoritisi, akademisi dan para sastrawan sendiri. Sejarah sastra resmi ini sama halnya dengan sejarah pada umumnya yang berpihak pada kepentingan kekuasaan tertentu dengan muatan subjektivitas yang juga kental di dalam historiografi-nya. Dalam konteks remaja perkotaan secara riil, sebenarnya apa yang disebut mainstream sastra itu bahkan tidak eksis. Ada gap yang sangat jauh antara sastra dan kehidupan riil remaja perkotaan sekarang.

Medium-medium ekspresi kesusasteraan dalam gaya hidup remaja perkotaan sekarang kurang lebih merupakan sebuah dekonstruksi terhadap medium ekspresi sebelumnya yang terjadi sebagai akibat dari perkembangan teknologi. Pretensi menulis sebuah karya sastra tidak lagi dilandasi oleh motivasi mimpi-mimpi besar, ide-ide pemberontakan, maupun pemikiran-pemikiran jenial untuk mengubah dunia. Remaja perkotaan sekarang cukup menulis di blog mereka tentang hal-hal personal keseharian yang remeh-temeh, mengirim sms romantis pada pacarnya, atau menciptakan syair lagu cinta yang juga sederhana saja. Itulah medium-medium ekspresi sastra remaja perkotaan sekarang. Di sisi lain para penulis generasi “tua” tetap asyik dengan mimpi-mimpi, keyakinan, arogansi, dan ide-ide besar untuk melahirkan sebuah magnum opus dalam “sejarah” kepenulisan mereka. Tanpa sadar, gap yang ada semakin curam dan dalam, mengingatkan kita pada kritik-kritik berpuluh tahun silam tentang ivory tower-nya para sastrawan dan seniman secara keseluruhan.

Tentu masalahnya memang tak bisa dilepaskan dari “nilai-nilai, kriteria, teori-teori” tentang apa yang disebut dan dianggap sebagai “sastra”. Hal ini pun adalah persoalan lama yang terus menggantung tanpa penyelesaian. Bagi sejumlah sastrawan, sebut misalnya Seno Gumira Ajidarma, Sapardi Djoko Damono, atau Budi Darma, apa yang disebut dan dianggap sebagai “kriteria dan nilai-nilai” sastra adalah relatif dan subjektif. Pandangan ini memberi ruang kebebasan yang luas untuk menganggap dan menyebut apa itu karya sastra. Di lain pihak, masih banyak sastrawan dan kritikus yang berpegang pada teori-teori baku yang entah apa atau entah yang mana untuk mengategorisasikan sebuah karya sebagai “sastra”. Pandangan inilah yang kemudian mungkin membuat buku-buku semacam ensiklopedi sastra Indonesia tidak pernah lengkap dan utuh. Di buku-buku itu pastilah tidak pernah ada nama Agni Amorita Dewi misalnya, penulis cerpen remaja generasi tahun 80-an yang kerap mengisi lembar cerpen di berbagai majalah remaja dan pernah pula menjadi pemenang lomba cerber Femina. Di buku-buku itu pastilah tidak akan ada nama Raditya Dika atau Aditya Mulya, dua novelis muda masa kini yang penggemarnya menyebar di kalangan remaja perkotaan seluruh Indonesia. Dan di buku-buku itu juga tidak pernah ada nama FX Rudy Gunawan, penulis cerpen, esai, dan novel yang karya-karyanya juga kerap dimuat di sastra koran (non-Kompas) dan puluhan bukunya telah diterbitkan.

Ini adalah sebuah stagnansi yang ironis. Generasi remaja sekarang merasa tidak ada perlunya membaca karya sastra adiluhung yang tidak connect dengan kehidupan riil mereka. Telah terjadi sebuah perubahan paradigma yang tidak pernah diantisipasi oleh para sastrawan. Program sastra masuk sekolah mungkin merupakan sebuah upaya yang pernah dilakukan untuk menjembatani gap atau mencairkan stagnansi ini. Tapi karena frame yang dibawa adalah “mindset lama” dan yang dilakukan dengan “cara lama” pula, maka bisa dikatakan upaya ini kurang membuahkan hasil. Sejumlah SMA yang didatangi mungkin jadi lebih mengenal sastrawan-sastrawan dan karya-karyanya, tapi hanya sebatas itulah hasilnya. Padahal yang dibutuhkan sekarang adalah menciptakan generasi baru pecinta sastra dan menumbuhkan iklim atau atmosfir yang subur bagi lahirnya generasi penulis sastra yang baru, segar, dan sama sekali berbeda.

Dalam gaya hidup remaja perkotaan sekarang, film dan musiklah yang paling populer sebagai bagian dari kehidupan kesenian dan kebudayaan mereka. Ini terbukti dari suksesnya novel-novel adaptasi film yang digagas dan diterbitkan oleh penerbit spesialis novel remaja, GagasMedia. Hampir semua novel adaptasi film-film nasional terjual puluhan ribu kopi dalam hitungan bulan saja. Genre novel ini telah berhasil menjadi bagian dari gaya hidup remaja perkotaan berkat kolaborasi antara dunia film dan dunia sastra. Kolaborasi berarti sebuah persinggungan yang nyata dengan kehidupan. Kolaborasi menjadi sebuah pola untuk mencairkan stagnansi dan melahirkan karya yang “membumi”. Sebuah contoh kolaborasi ideal dari dunia musik adalah grup rock gaek Santana yang berkolaborasi dengan penyanyi remaja popular dalam tiga album terakhir mereka yang dirilis beberapa tahun belakangan. Kesadaran Santana sebagai grup yang melegenda untuk tetap tune in dengan perkembangan zaman sungguh sebuah kerendahan hati yang patut diteladani di dunia sastra kita.

Sastra seharusnya menjadi bagian dari gaya hidup remaja perkotaan karena sastra seharusnya menjadi bagian dari kehidupan nyata termasuk kehidupan sehari-hari dengan segala tetek-bengek persoalannya yang mungkin cengeng, menyebalkan, dan tidak mutu. Tapi atas dasar apa seseorang berhak men-judge seperti itu terhadap kenyataan hidup yang nyata? Atas dasar apa seseorang atau sejumlah orang berhak menghakimi sebuah karya? Tiada satu dasar pun yang bisa membenarkan sikap-sikap seperti itu. Sebaliknya, justru pengikisan terhadap sikap-sikap seperti inilah yang akan mampu mengintegrasikan sastra dalam gaya hidup remaja perkotaan.

sumber Selengkapnya...

Hamsterku....